Minggu, 01 Februari 2009

ORANG MISKIN JUGA BISA KULIAH

Dinginnya malam pada musim kemarau kali ini begitu menusuk sampai ke sumsum tulangku. Karawang merupakan daerah dataran rendah, sehingga suhu udaranya cukup panas. Jika musim hujan, malam terasa begitu hangat, tetapi dikala musim kemarau menyapa, siang hari cukup panas, namun ketika sore seiring matahari terbenam di ufuk Barat sampai jam 9 pagi, dinginnya udara masih terasa.
Gempol Kolot merupakan sebuah desa tempat kelahiranku. Desa ini terletak di ujung Timur Kabupaten Karawang yang berbatasan dengan Kabupaten Subang. Mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai petani dan buruh tani, sisanya ada yang menjadi buruh serabutan, pedagang, PNS, dan lain-lain. Hamparan tanaman padi akan terlihat di setiap sudut desa.

Malam ini mengingatkanku akan dinginnya malam di kaki Gunung Bromo pada saat aku mengikuti kegiatan KKL yang pertama kali tahun 2006 silam. Kami mahasiswa Jurusan Geografi dari angkatan 2003-2005 Universitas Negeri Jakarta mengadakan KKL akbar di Desa Ngadisari yang terletak di kaki Gunung Bromo, Jawa Timur. Sungguh indah pesona Gunung Bromo, apalagi ketika melihat viewnya pada saat sunrise dan sunset. Subhanallah, endah pisan euy, elok tenan, wonderful, indah banget deh. Tak bisa kulukiskan dengan kata-kata. Ketika kupandangi langit indah, sungguh indah bintang-bintang itu menghiasi angkasa, cahyanya berkerlap-kerlip layaknya lampu diskotik metropolitan. Ya, walaupun aku belum pernah menginjakan kakiku di diskotik dan aku tak mau, karena itu salah satu pantangan bagiku, tapi aku sudah pernah melihatnya pada tayangan sinetron yang tidak memiliki pesan moral kepada para penonton di rumah. Suguhan di TV banyak yang tidak mendidik dan sebagian orang justru malah meniru hal-hal yang tidak baik. Kadang aku sebel melihatnya, termasuk sebagian orang yang ada di desaku, mungkin di berbagai tempat lainnya. Gaya hidup materialistis, hedonis, terjerat pergaulan bebas, narkoba, lifestyle ala orang kota bahkan ala Barat, tetapi kualitas dirinya ndeso, katro “Klo kata Tukul”. Maafkan jika ada yang tersinggung dengan tulisan ini, tetapi inilah apa yang kulihat, kudengar, dan kurasakan selama ini.

Orang miskin memang suka dipandang sebelah mata di manapun ia berada. Ayahku hanya seorang buruh, kadang jadi buruh tani, kadang jadi buruh di tempat penggilingan padi, kadang jadi tukang pijat, kadang bergulat dengan tanah untuk membuat batu bata. Ibuku selain sebagai ibu rumah tangga, tetapi beliau sangat setia mendampingi ayah dalam mengerjakan tugasnya. Penghasilan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena memang pemasukan tak seberapa, sementara kami sekeluarga ada 6 orang. Sungguh angka beban ketergantungan di keluarga kami begitu tinggi.

Aku bangga kepada kedua orang tuaku, karena mereka para pekerja keras, para mujahid keluarga, para pahlawan bagi anak-anaknya. Jasa mereka begitu besar dan banyak laksana air di samudera dan bintang-bintang yang bertaburan di langit malam, sehingga aku tak mampu membalasnya. Walaupun demikian aku ingin berbuat yang terbaik untuk mereka, ingin membuat mereka bahagia dan tak ingin melihat mereka membanting tulang sampai usia mereka senja. Aku bangga kepada orangtuaku, tetapi aku tak ingin seperti mereka, aku ingin lebih baik dari mereka, yaitu mendobrak gerbang kemiskinan dengan pendidikan. Ayahku bersekolah hanya sampai kelas 2 SD dan ibuku hanya sampai kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah/setingkat SD sedangkan kakakku hanya lulusan SD. Kakakku menyerah kepada kemiskinan yang membelit keluarga kami. Waktu aku baru duduk di kelas 1 SD, padahal dia sudah didaftarkan ke SMP, tetapi lebih memilih bekerja membantu bapak. Aku sebagai anak ke-2 seperti tulang punggung keluarga karena masih punya dua adik perempuan yang kini duduk di kelas 2 SD dan kleas 1 SMP. Aku ingin kedua adikku bisa melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi seperti diriku.
Ada sebagian orang yang mencibirku karena melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. “Ngapain perempuan sekolah tinggi-tinggi? Ntar juga ujung-ujungnya ke dapur”. Aku terima dan dijadikan cambuk bagiku klo apa yang mereka katakana itu tidak sepenuhnya benar. Berbeda dengan ibuku yang terlalu perasaan ketika ada orang yang mencibir, bahkan sampai meneteskan airmata. Namun aku meyakinkan beliau agar tidak gentar. “Bu, mohon doanya aja! Ingat dimana ada kemauan, pasti ada jalan, dimana ada kesulitan, pasti akan ada kemudahan, Allah SWT akan senantisa membantu kita, kan Ros dapat beasiswa” aku nyerocos. “O ya, Ros janji, klo kuliah nanti kan mau kuliah sambil kerja”. Lidahku bergoyang-goyang lagi mengeluarkan kata-kata maut agar ibuku semakin yakin, karena pada awalnya dia tidak setuju aku kuliah. Ibuku menginginkan agar aku bekerja membantu mengurangi beban orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup. Ada juga ko orang yang mendukung untuk terus sekolah sampai ke perguruan tinggi, terutama guru-guruku, teman-temanku. Maafkan aku ibu karena baru jujur setelah aku menyelesaikan administrasi untuk masuk kuliah. Hal ini aku lakukan agar ibuku merestui dan memang akhirnya merestui setelah temanku meyakinkan beliau agar tidak usah khawatir tentang biaya kuliahku. “Ibu, tidak usah khawatir akan biaya kuliah Ros, karena sudah ada yang membantu yaitu Umi Rahma dan Abi Musa” Fani berkata kepada ibuku dengan penuh khidmat. Ibuku agak tenang mendengar perkataan temanku itu. Meskipun tidak dibantu sepenuhnya oleh Umi dan Abi, tetapi mereka telah membantu pada awal masuk kuliah untuk biaya registrasi, termasuk guru geografi SMA. Maklum, beasiswa yang telah dijanjikan tidak langsung cair pada saat dibutuhkan. Terimakasih Umi, Abi, Bu Inti, dan Fani karena telah menjadi pembuka jalan untukku menuju gerbang perguruan tinggi.

Malam semakin larut, namun mataku tak jua terpejam. Aku membaca antologi cerpen saja sambil mendengarkan musik dari radio. Tak lama kemudian terdengar suara sayup-sayup orang yang melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Kumatikan saja radio dan berhenti membaca seraya mencari sumber suara orang mengaji. Ternyata suara itu ada di depan rumahku. Ya, Bi Nur tetanggaku yang mengaji malam-malam, bukan malam sih, tepatnya pagi buta, karena waktu menunjukan pukul 2 pagi. Jadi teringat kejadian tadi pagi, kira-kira jam 8 setelah aku selesai mencuci baju, karena kedinginan aku berjemur di depan rumah dan Bi Nur menghampiriku, sepertinya ada hal penting yang ingin ia sampaikan. Bi Nur curhat tentang anaknya yang ingin masuk ke SMA. Singkat cerita, Bi Nur mengalami hal yang sama dengan ibuku dulu, yaitu takut tidak bisa membiayai sekolah anaknya karena faktor ekonomi.

Gimana ga jadi orang miskin, penghasilan sedikit tetapi beban tanggungan banyak. Makanya aku tak ingin jadi tukang kuli dan terlalu banyak anak seperti orangtuaku dan kebanyakan orang desa lainnya. Walaupun demikian aku tetap bangga kepada orang tuaku, miskin ilmu, miskin harta, tetapi tidak miskin moral seperti para pejabat yang korup. Mereka kaya harta, tetapi miskin akhlak dan miskin moral. Demi kepentingan pribadi ataupun golongan, mereka rela menjual kejujuran dan menggadaikan kesejahteraan rakyat miskin. Seharusnya rakyat miskin terbantu dengan anggaran-anggaran yang telah ditetapkan pemerintah, tetapi karena keserakahan para pejabat yang korup itu, rakyat miskin makin miskin dan hidupnya makin terhimpit.

Hari ini adalah hari Senin dan aku memutuskan untuk puasa sunah. Makan sahur sambil mendengarkan Bi Nur mengaji. Makin hari, apa-apa serba mahal, dan Bi Nur juga sempat putu asa untuk menyekolahkan anaknya ke SMA. Setelah sharing denganku tadi pagi, akhirnya Bi Nur tekadnya bulat untuk menyekolahkan anaknya. Di pagi ini Bi Nur bermunajat kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam agar diberi kelancaran dalam membiayai sekolah anaknya sampai lulus SMA kelak. Sungguh, ibu-ibu memang superhero, termasuk ibuku lho. Ibuku juga sering bangun malam untuk melaksanakan sholat tahajud, hajat dan mengaji seraya mendoakan anak-anaknya agar menjadi orang sukses, berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Aku juga tentunya. Walaupun tidak rutin setiap malam, tetapi menyempatkan diri untuk sholat malam untuk menumpahkan segala isi hati dan bermunajat kepada Allah SWT agar setiap langkah yang aku tempuh mendapat ridho dan selalu mendapat petunjuk serta lindungan-Nya. Allah SWT yang memiliki hidup dan manusia memiliki kehidupan. Manusia hanya bisa berusaha semaksimal mungkin dengan mengerahkan segenap kemampuan yang ada, berdoa dan bertawakal kepada Allah SWT dan Dialah yang menentukan. Jika hasilnya seperti yang diharapkan, bersyukurlah dan jika tidak, tetap bersyukur karena setiap keberhasilan dan kegagalan pasti ada hikmahnya.

Kini aku sudah duduk di bangku kuliah semester 7, tinggal beberapa langkah lagi untuk mendapatkan gelar sarjana. Terimakasih ya Allah, keluargaku, guru-guruku, sahabat-sahabatku dan semua orang yang telah membantuku dalam kelancaranku menuntut ilmu hingga bangku kuliah.

Mimpiku seperti bintang di langit malam ini. Ketika satu telah kuraih, masih ada bintang lain yang ingin kupetik. Hingga akhir hayat, kuingin terus menggapai bintang-bintang itu sampai tak tersisa dan semuanya ada dalam genggamanku untuk kurangkai menjadi sebuah kata” HIDUP ITU INDAH. JALANI, NIKMATI, HAYATI DARI SETIAP APA YANG TERJADI, PASTI ADA HIKMAHNYA. SUNGGUH BESAR ANUGERAH YANG ALLAH SWT BERIKAN KEPADAKU. AKU YAKIN ALLAH SWT AKAN SELALU BERIKAN YANG TERBAIK UNTUK SETIAP HAMBANYA SELAMA ADA DI JALAN-NYA YANG LURUS”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar